Pernahkah Anda membayangkan untuk menghabiskan satu malam di tempat
istimewa tanpa harus mengeluarkan banyak biaya? Cobalah berkunjung ke
Surya Kencana!
Kenapa saya katakan istimewa? Jika pun ada kata lebih dari istimewa
untuk menggambarkannya, cobalah Anda bayangkan padang yang luas
sepanjang mata memandang, kumpulan bunga edelweiss yang tumbuh liar di
mana-mana, bukit-bukit hijau memagari lembah yang beratapkan langit biru
dan awan yang senantiasa bisa kita lihat pergerakannya, suara aneka
satwa khas hutan tropis Indonesia. Dan jika malam tiba, jajaran rasi
bintang terasa begitu dekat dengan mata. Dan semakin istimewa karena
biaya retribusi untuk masuk ke wilayah cagar alam ini hanya Rp.
7.000/orang. Murah, bukan?
Mendaki Menuju Surya Kencana
Sore
itu, saya dan beberapa kawan menuju Gunung Putri, yang merupakan pintu
gerbang untuk pendakian ke Gunung Gede-Pangrango. Surya Kencana memang
masuk kedalam wilayah TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango).
Umumnya para pendaki yang ingin mencapai puncak Gunung Gede dengan
melewati jalur Gunung Putri akan bermalam di Surya Kencana terlebih
dahulu.
Gunung Putri berjarak sekitar 7 km dari Cibodas, atau 107 km dari
Jakarta. Pendaftaran untuk pendakian sudah kami lakukan dengan cara
booking online di website resmi TNGGP seminggu sebelum keberangkatan.
Pihak pengelola TNGGP memang mewajibkan para pendaki/pengunjung yang
akan bermalam di wilayah tersebut untuk melakukan reservasi maksimal 3
hari menjelang pendakian.
Untuk mencapai Surya Kencana, kita
memang harus mendaki karena letaknya berada di atas Gunung Putri. Jalur
Gunung Putri lebih curam dan terjal dibanding jika kita mendaki lewat
Gunung Gede. Namun, melalui jalur Gunung Putri, kita bisa memangkas
hampir separuh waktu. Untuk yang amatir bisa mencapai Surya Kencana
dalam waktu 5-6 jam pendakian (sudah termasuk istirahat). Kalau untuk
yang biasa mendaki, bisa mencapai waktu sekitar 3 jam.
Bahkan
penduduk lokal sudah biasa bolak-balik ke Surya Kencana menjajakan
makanan. Dan sekali jalan mereka hanya waktu tidak lebih dari dua jam.
Mereka menjual nasi uduk dan aneka minuman ringan. Penjual-penjual ini
biasanya hanya memakai sepatu boot berbahan pvc dan sambil menenteng
dagangan mereka, termasuk termos berisi air panas.
Jalur yang
terjal membuat kami justru makin tertantang untuk melaluinya. Hawa yang
sejuk segar dan aneka tumbuhan unik membuat kami tetap semangat
melangkah meskipun rasa lelah kerap datang. Sesekali kami berhenti untuk
sekedar minum ataupun makan coklat untuk mengumpulkan energi kembali,
sambil menikmati pemandangan yang ada tentunya.
TNGGP yang
merupakan hutan tropis memang banyak ditumbuhi berbagai macam tanaman
unik dan merupakan rumah bagi 100 lebih jenis satwa. Bahkan rumah bagi
hewan yang hampir punah, Elang Jawa dan Lutung.
Padang Edelweis
Rasa
lelah langsung lenyap saat kami mulai melihat pohon-pohon di jalur yang
kami lewati semakin pendek, tanda bahwa kami akan segera sampai di
alun-alun Surya Kencana. Lembah seluas 50 ha ini akhirnya terbentang di
depan mata. Terlihat pucuk-pucuk edelweis yang tumbuh liar dimana-mana.
Edelweis
yang terkenal dengan sebutan bunga abadi --dan banyak orang
mengkaitkannya sebagai lambing cinta-- memang tumbuh subur di dataran
tinggi, terutama di lereng-lereng pegunungan. Meskipun cantik, bunga
dengan nama latin Anaphalis Javanica ini tidak boleh dipetik dan
dilindungi oleh undang-undang. Jangan sekali pun mengabaikan peringatan
untuk tidak memetik karena petugas jagawana akan memeriksa bawaan kita
saat turun dari Surya Kencana. Jika tertangkap tangan membawa turun
Edelweis, hukuman berupa denda dan pidana siap mengancam kita.
Setelah
mengabadikan pemandangan cantik dalam bentuk gambar, segera saja kami
mendirikan tenda. Angin lembah yang bertiup membawa udara dingin,
memaksa kami untuk segera mencari lokasi yang pas untuk mendirikan
tenda. Pas dalam artian tanahnya datar, tidak jauh dari mata air, dan
terlindung dari ancaman binatang buas.
Kami mendapatkannya,
tepat di belakang beberapa ilalang lebat sehingga kami juga aman dari
terpaan dinginnya angin lembah. Dinginnya hawa di Surya Kencana yang
menerpa di saat kami lelah mendaki membuat perut memberikan sinyal untuk
minta diisi.
Begitu ada bapak penjaja makanan menghampiri,
langsung saja kami memesan nasi uduk bungkus dan beberapa mie instan
siram yang kuah panasnya cepat sekali menjadi dingin. Takjub juga ada
orang tua yang rela mendaki hingga ketinggian 2.750 m dpl (di atas
permukaan laut) demi menjajakan makanannya, terlebih dicuaca yang sangat
dingin.
Tanpa peralatan khusus, bapak-bapak yang rata-rata
sudah berumur di atas 40 tahun ini mendaki Surya Kencana dengan
menenteng termos panas dan tas yang berisi nasi bungkus serta minuman
instant. Salut sekali dengan perjuangan mereka mengingat trek untuk
menuju Surya Kencana bukanlah medan yang mudah.
Alun-Alun Surya KencanaPerut
kenyang, tenda sudah terpasang, namun kami tetap di luar meskipun angin
dingin berhembus kencang. Keindahan panorama Surya Kencana memang wajib
dinikmati dan diabadikan. Langit biru yang membentang dengan awan yang
bergerak cepat menghipnotis kami layaknya itu sebuah pertunjukan mahal
yang haram untuk dilewatkan. Pun saat kabut turun dan udara bertambah
dingin, Surya Kencana tetap memancarkan pesonanya.
Bentangan
langit biru mulai gelap, disusul dengan kemunculan bintang gemintang
yang jumlahnya jutaan. Seluruh rasi bintang seperti menyatu dan
bersekutu untuk memenuhi langit. Dan yang membuat suasana lebih dramatis
adalah suara satwa liar yang jelas terdengar saat kami duduk mengitari
api unggun yang sengaja kami buat. Tak heran tempat ini selalu menjadi
tempat persinggahan para pendaki yang ingin mencapai puncak Gede ataupun
turun dari Gunung Gede.
Surya Kencana menawarkan semuanya. Air
tawar yang bersih, pemandangan yang luar biasa, lahan yang nyaman untuk
bermalam, dan juga persahabatan. Terbayang kembali beberapa tahun lalu
saya pernah melakukan upacara kemerdekaan 17 Agustus bersama ratusan
teman-teman sependakian. Kami tak saling mengenal, tapi kami menyatu
dalam kehangatan. Berbagi makanan dan api unggun, berceloteh tentang
keindahan Indonesia, dan bersama-sama membersihkan Surya Kencana dari
sampah yang ada.
Saat mengulang kembali ke tempat ini, semua rasa dan kecantikannya tidak sirna. Pesona Surya Kencana tetap menggoda!!
About me
- Rachmat
Pop's Blog
-
Mau bikin api tapi ga ada korek gan? Gampang agan cuma perlu gunting, beterai, dan kertas alumunium foil. Langsung aja nih prosesnya : Si...
-
Ingin menjajal strategi sambil mengasah otak? langsung saja dicoba game-game berikut ini. [Download] Chess Master : Asah otak kamu de...
-
Pernah mengalami kegagalan saat download atau pun update aplikasi pada Google Play? pasti menjengkelkan.. Nah untuk mengatasinya cobalah ...
-
Winning Eleven (WE) adalah nama permainan game sepak bola populer yang dikembangkan oleh Konami Computer Entertainment Tokyo. Winning Ele...
-
Siapa tak kenal Sonic? Si landak yang memiliki kecepatan saat berlari, namun di game ini Sonic bersama kawan-kawan dan para musuhnya haru...
-
Bagaimana melipat kaos dalam 2 detik? Dengan menguasai teknik melipat baju dalam 2 detik ini, tentunya anda akan menghemat lebih banyak wakt...
-
Untuk mengakomodir keperluan jual-beli online saat ini, biasanya dilakukan pengiriman barang melalui layanan seperti POS, Tiki, atau JNE. ...
-
Format ini dibuat dalam bentuk excel, guna kemudahan para Guru dalam menginput nilai tiap-tiap mata pelajaran. Format ini, terdiri dari ...
-
Konon lagu-lagu berikut dapat memberikan sugesti yang bermacam-macam, mulai dari depresi hingga bunuh diri. Tetapi hal tersebut hanya se...
-
Apa itu root? Dan mengapa ponsel harus di root? Root merupakan salah satu urutan untuk kita bisa mendapatkan hak superuser seperti halnya pa...
1 komentar:
tumben si rahmat pake bahasanya rada bener
Posting Komentar